Jumat, 11 Agustus 2017

Kedok di Balik Ekploitasi Anak

Eksploitasi Anak Jadi Sumber Penghasilan

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk termiskin sekitar 28,07 juta orang. Mereka hidup pada garis kemiskinan berkelanjutan.Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global yang harus segera di selesaikan secara tindak langsung. Tentu dalam kemiskinan ini menimbulkan beberapa efek yang berlanjut hingga menjadi masalah-masalah baru seperti, eksploitasi anak, tindak kriminalitas yang tinggi, dan lainnya.

Eksploitasi anak merupakan masalah-masalah baru yang di timbulkan oleh garis kemiskinan, bahkan faktanya eksploitasi anak tidak terjadi pada ekonomi kalangan bawah tetapi ekonomi kalangan atas pun sering meng-eksploitasi anak untuk meraih keuntungan semata. Eksploitasi anak merupakan pengambilan hak-hak asasi yang seharusnya di miliki anak, misalnya anak di bawah umur. Anak dibawah umur seharusnya memiliki hak-hak untuk bermain dengan teman sebayanya, memperoleh pendidikan yang layak, dan seharusnya mendapatkan kasih sayang yang tulus dari orang tuanya. Tetapi pada kenyataanya, eksploitasi anak ini sering terjadi karena disebabkan oleh orang tuanya sendiri. Orang tua yang memliki tanggung jawab untuk menafkahi anak-anak dan keluarganya kini harus berpindah tangan dengan anaknya sendiri. Mereka seharusnya menjadi tulang punggung dalam keluarga kini malah justru bertukar dengan anaknya sendiri yang menjadi tulang punggung dalam keluarga. Alasannya sederhana, mereka menjadikan anak tersebut bekerja adalah sama-sama memperoleh keuntungan dari kedua belah pihak yaitu orang tua dan anak itu sendiri. Prinsip yang salah ini masih tetap saja di pegang oleh orang tua itu. Jika orang tuanya sendiri saja tak bisa bertanggung jawab atas anaknya, lantas siapa lagi yang akan perduli? Masyarakat kah? atau adakah peran sebuah pemerintah untuk memberantas masalah eksploitasi anak ini?

Anak merupakan titipan Tuhan yang diberikan kepada orang tua untuk dijaga dan dibesarkan agar menjadi orang yang berguna kelak suatu saat nanti. Tapi pada kenyataanya peran orang tua yang kini menjadi salah kaprah. Orang tua menjadikan anak tersebut menjadi alat sebagai peraut keuntungan, sebagai alat pencari uang. Lalu bagaimana anak yang di eksploitasi oleh oknum-oknum tertentu? Tentu sama saja, seharusnya peran orang tua disini lah yang lebih teliti. Jika orang tuanya saja tidak bertanggung jawab atas anaknya, bagaimana dengan orang lain? Orang tua seharusnya lebih mengerti anak-anak pada umumnya. Sebab dia lah yang merawat anak-anak tersebut sebelum ia di lahirkan.

Anak yang seharusnya menjadi masa depan sebuah bangsa, yang seharusnya melanjutkan cita-cita suatu bangsa kini akan hilang begitu saja jika masalah eksploitasi ini tidak segera diselesaikan. Pasalnya kehidupan anak yang telah di eksploitasi sudah sangat jauh melenceng dari pada anak-anak pada umumnya. Mereka yang seharusnya menjadi lebih baik, justru akan menjadi kurang baik. Mereka yang seharusnya memperoleh pendidikan formal pada bangku sekolah, justru sibuk mencari uang dan uang. Anak kecil saja sudah mengerti apa itu uang? Bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang? Bagaimana mereka besar kelak? Akankah jadi manusia yang lebih baik. Jawabannya tentu tidak.

Saya telah melakukan observasi di suatu tempat di mana seorang anak berumur 5 tahun dijadikan alat oleh orang tuanya sendiri menjadi seorang Penari panggung event. Setelah di lakukan penelitian, tenyata orang tua tersebut adalah orang tua yang memiliki usaha Counter HP, bahkan di rumahnya terdapat 2 buah sepeda motor yang di gunakan oleh orang tua tersebut. Miris memang melihat kejadian ini, peran orang tua sangat jauh melenceng dari kenyataanya. Ia memanfaatkan kepolosan si anak demi meraih keuntungan dan keuntungan. Padahal kenyataanya ekonomi mereka tidak terlalu sulit dari yang di perkirakan. Orang tua tersebut memanfaatkan kepolosan anak itu berkedok Pengembangan Bakat Anak. agar tidak ada tetangga-tetangganya yang tahu bahwa mereka menjadi seorang penari panggung ke panggung berkedokan pengembangan bakat dan becita cita menjadi entertainment. Mereka berjalan dari rumah menggunakan sepeda motor BAPAK - ANAK- IBU. Dengan melihat mereka tampil dari panggung ke panggung sampai malam hari dan Jam Istirahatnya pun kurang pada malam hari.

Anak tersebut yang seharusnya menghabiskan waktu untuk bermain dan belajar dari lingkungan sekitar justru terbalik dengan keadaanya. Mereka harus menghabiskan waktu nya di luar untuk melancarkan usaha orang tuanya sebagai Maklar Talent dan Event untuk mencari uang. Untuk memperoleh keuntungan bagi orang tuanya. Anak-anak kecil tersebut seharusnya belum mengerti dunia luar atau bahkan tidak mengerti uang, kini secara tidak sadar mereka sudah mengetahui itu semua. Miris memang melihat itu semua, tapi pada kenyataanya tak ada yang peduli dengan itu.
Seandainya ada lembaga pemerintah yang mau turun ke bawah untuk melihat permasalahan yang terjadi tentu akan mengatasi masalah dengan cepat, atau bahkan menganggap masalah ini merupakan masalah yang kecil untuk di atasi.
Peran dinas sosial mungkin sudah banyak terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Tapi pada kenyataanya masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus di benahi. Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat yang menimbulkan ketidaktahuan masyarakat dengan program tersebut. Seharusnya pemerintah lebih aktif dan lebih komitmen dengan program-program yang seharusnya di jalani, sehingga masyarakat lebih mengerti dan mengetahui akan dampak dan keuntungan dari program dinas sosial.

Masalah anak eksploitasi anak yang berkedok pengembangan bakat merupakan masalah yang serius yang harus diselesaikan, pasalnya jika terus dibiarkan begitu saja, maka akan pudarnya calon-calon yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa yang baik. Generasi yang seharusnya meneruskan masa depan dan cita-cita bangsa akan hilang begitu saja, bahkan sifat nasionalisme mereka akan runtuh dengan sendirinya karena tidak mendapatkan sebuah pendidikan. Disinilah solusi yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah, yaitu memberikan pendidikan kepada mereka secara layak. Bahkan jika korban eksploitasi tersebut tidak diperbolehkan oleh orang tuanya untuk memperoleh pendidikan, maka disini harus ada unsur paksaan, atau jika bisa anak tersebut di pondokan agar bisa menempuh pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar